MEMBANGUN KARAKTER PADA ANAK MELALUI PENDIDIKAN KELUARGA Oleh: Nursilan_Kepala Madrasah
MEMBANGUN
KARAKTER PADA ANAK
MELALUI PENDIDIKAN
KELUARGA
NURSILAN
Mahasiswa pascasarjana IAIN
Pontianak, Jalan letjen Soeprapto No. 19
Email: nnursilan@gmailcom
PENDAHULUAN
Dewasa ini,
membuat orang tua semakin khawatir akan perkembangan zaman. Di era milenial,
tidak lepas dari teknologi yang semakin hari semakin berkembang. Berkembangnya
tekhnologi, semakin mudah informasi diakases dari berbagai kalangan dari yang
kecil hinga yang tua, sehingga menimbulkan dampak postif dan negatif.
Selain itu
pula, budaya asing telah masuk ke Indonesia, dari pola berpakaian, gaya rambut,
pola makan, hingga pergaulan juga sudah menyebar kekalangan muda hingga ke anak-anak.
Sehingga membutuhkan perhatian lebih agar mereka tidak terkontaminasi untuk terjerungus
ke dalam dunia bebas.
Namun
demikian, tidaklah semerta merta hal di atas menjadi fokus masalah yang ada
pada anak namun juga terletak pada lingkungan keluarga. Kasih sayang dan
perhatian orang tua kepada anaknya juga memperngaruhi tingkah laku/ karakter
anak sehingga perlu adanya bimbingan sejak dini agar kelak tumbuh dewasa dapat
di filter karakter yang kurang baik.
Tidak hanya
itu, dilayar kaca juga sering kali kita saksikan drama-drama atau film yang
mencerminkan karakter anak yang kurang baik. Tayangan film yang merekrut remaja
untuk serta berperan atau berlakon guna meningkat reting televisi agar lebih
diminati atau digemari oleh pemirsa di rumah dengan mengangkat tema percintaan.
Namun tidak memikirkan dampak kepada remaja lainnya. Dalam kata lain, sejak
dini mereka sudah dipertontonkan hal yang akan membuat mereka berbuat sama
seperti yang disaksikannya di layar kaca.
Didalam
peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan
karakter agar karakter diri anak semakin positif dan mandiri. Dikuatkan kembali
dengan adanya peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor
20 tahun 2018 tentang penguatan pendidikan karakter di satuan pendidikan
formal.
Di sekolah,
berdasarkan amanat ini, telah menerapkan pendidikan karakter di setiap mata
pelajaran melalui aspek sikap. Guru yang mengajar, menilai salah satu sikap/
karakter yang membangun jiwa anak seperti sikap tanggung jawab, berani, peduli,
dan lain-lain. Tidka hanya itu, sekolah juga ada yang telah menyelenggarakan fullday
guna untuk meminimalisir kegiatan siswa di luar sekolah yang kurang bermanfaat.
Sekolah juga
sangat menyangkan kepada guru agar ketika mendidik siswa di sekolah tidak
dengan kekerasan. Memberikan mereka pendidikan dengan perhatian, kasih sayang dan pengertian agar mereka dapat
menyerap ilmu dengan ikhlas dan senang hati sehingga timbullah rasa mencintai
kepada pelajaran dan gurunya.
Namun, dalam
membentuk karaker anak tidaklah cukup hanya memanfaatkan didikan di sekolah,
namun harus ada pula dukungan dari keluarga agar tetap mengawasi dan mendidik
anaknya lebih fokus. Membiasakan anak di rumah untuk melakukan hal yang
postifi, bermanfaat dan mengarah kepada pembentukan karakter. Memberikan contoh
postif kepada anak adalah salah satu hal sangat urgen, bukan hanya sekedar
bicara namun juga dengan perbuatan sehingga anak paham akan manfaat yang sedang
di lakukannya.
Anak adalah
anugrah dari Allah SWT. yang harus disyukuri oleh setiap insan yang mendapatkan
anugrah tersebut. Allah titipkan sebagai amanh yang harus di jaga hingga tiba
masah baligh[1].
Oleh karena anak adalah amanah yang orang pilihan saja menganugrahkan itu, maka
harus di didik dengan benar sesuai dengan tuntunan ajaran agama masing-masing.
Dimulai cara
memperoleh pasanagan hidup hingga lahirnya seorang anak dan tumbuh dewasa
haruslah dijaga dan diperhatikan setiap gerak gerik, baik sikap orang tua
maupun anak itu sendiri. Karena setiap perbuatan akan dipertanggung jawabkan. Nabi
bersabda: (Ahmad Sunarta dan Syamsudin Noor. 2012: 255)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
Artinya:
Diriwayatkan Abdullah
bin Maslamah dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin
umarr.aberkata: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang
adalah pemimpin dan akan di minta pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya.
Seorang kepala negara akan diminta pertanggung jawaban perihal rakyat
yang dipimpinnya. Seorang suami akan di tanya perihal keluarga yang
dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya
perihal tanggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah
tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dar
ihal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan
jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya. ( HR. Bukhari,
Muslim)
Makna yang
dalam terkandung hadits diatas adalah setiap yang kita perbuat akan
dipertanggung jawabkan oleh setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan,
anak-anak maupun dewasa, dan baik yang muda sampai yang tua, termasuklah anak
yang kita didik. Oleh karena itu, didiklah anak sesuai dengan ilmu yang kita
punya sesuai dengan tuntunan Islam.
Anak bukanlah
orang dewasa, dan tidak boleh diperlakukan seperti orang dewasa.
Mereka tidak boleh kerja berat seperti halnya pekerjaan orang dewasa. Dan
kedewasaan anak-anak tidak bisa dipaksakan secara instan dan dipercepat
semau-maunya. Karena kedewasaan anak akan menghasilkan manusia yang akan
menghormati orang yang lebih tua dengan akhlak mulianya. Bila mana anak-anak
dipaksakan untuk menjadi dewasa, maka kebiadabanlah yang akan menguasai diri
anak tersebut. Karena didik tidak sesui dengan umur dan perlakuan dari orang
dewasa.
Apa yang kita
lihat sekarang ini tergambar bahwa anak-anak sesuai mereka sedang terluka. Cara
berpakaian, gaya rambut, cara berbicara selayaknya orang dewasa. Dan lebih
mirisnya lagi bahwa perbedaan orang yang dewasa dan anak-anak sangat tipis
sekali jaraknya.
Sikap orang
dewasalah yang harus benar-benar serius menangani anak-anak di masa milenial
ini. Ajarkan sejak dini bagaimana cara bertata krama dengan orang yang lebih
tua, masyarakat, lingkungan dan dengan Penciptanya.
Untuk menyikapi
hal ini, perlunya keikutsertaan lembaga pendidikan yang lebih serius lagi guna
untuk meminimalisir menipisnya karakter anak bangsa dimasa milenial ini. Lembaga
pendidikan merupakan tempat di mana anak-anak merasakan kebahagian menikmati
dunia anak dan untuk dipersiapkan menghadapi tatanan kultur masyarakat yang
berbeda.
Yang terakhir
inilah, yang perlu kita tekanlan lagi bahwa, anak merupakan generasi bangsa
masa depan yang harus kita persiapkan untuk menghadapi tantangan dunia di masa
mendatang. Dengan anak yang mempunyai ilmu dan etika, maka bangsa kita akan
tetap kokoh berdiri walau sepak terjang di depan mata.
PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan yang
diperbincangkan ramai di masa kini adalah pendidikan karakter yang juga
tertuang dalam Permendikbud No. 20 tahun 2018 tentang penguatan pendidikan
karakter (PPK) pada satuan pendidikan yang berbunyi “Gerakan pendidikan di
bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik
melalui harmonisasi olah hati olah rasa, olah pikir dan olah raga dengan
pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan , keluarga dan masyarakat
sebagi bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Karakter
(Inggris: character), yang secara etimologis berasal dari bahasa Yunani
(Greek), yaitu charassein (Inggris: to engrave) bisa diterjemahkan
mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Marzuki dan Lisa Hapsani,
Pembentukan Karakter Siswa Melalui Kegiatan Kepramukaan di Man 1 Yogyakarta,
Vol 2, 2015. Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan
tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain, dan watak (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682).
Orang
berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak. Koesoema
(2007:80) memandang karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.
Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang
bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,
misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir.
Seiring dengan pengertian ini, ada sekelompok orang yang berpendapat
bahwa baik buruknya karakter manusia sudah menjadi
bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik, manusia itu akan berkarakter baik, dan
sebaliknya jika bawaannya jelek, manusia itu akan berkarakter jelek. Jika
pendapat ini benar, pendidikan karakter tidak ada
gunanya karena tidak akan mungkin mengubahkarakter orang yang sudah
taken for granted. Sementara itu, sekelompok orang yang lain berpendapat
berbeda, yakni bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan
karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat berkarakter yang baik.
Pendidikan yang
bermutu untuk membangun masa depan yang cemerlang adalah tugas berat yang perlu
dirancang dengan baik agar kualitas atau mutu yang diinginkan dapat tercapai.
Tidak hanya melahirkan anak didik yang pintar dalam pengetahuan namun juga
pintar dalam berakhlak serta mampu bersaing dengan untuk menjadi generasi yang
berwirausaha.
MEMBANGUN KARAKTER
Secara
alami, sejak usia dini sekitar umur tiga sampai lima tahun, kita elah disuap
dengan berbagai informasi yang berasal dari orang tua, lingkungan dan secara
tidak sadar udah terekam di bawah alam sadar kita. Kemampuan berfikir anak di
usia tersebut masih terbuka, belum ada penyaringan mana yang baik untuk dirinya
atau yang tidak baik. Kemudian, ketika masuk ke dunia nyata, mendapatkan
informasi dari berbagi sumber yang mengantarkannya untuk berfikir lebih
mendalam.
Semakin
banyak informasi yang di terimanya, semakin matang pula ia berpikir, maka
semakin percaya dirinya sakan semakin mantab, maka setiap perbuatan, pola pikir
dan kebiasaan akan terbentuk dengan sendirinya,
Dengan
bekal ini, apabila ia mampu mengendalikannya, maka perbuatan, pola pikir,
kebiasaanya dan konsep dirinya baik maka kehidupannya akan bahagia. Namun
sebaliknya apabila ia tidak bisa membentengi dirina, maka ia akan semakin
buruk.
Menurut Gede
Raka (2007) Pendidikan untuk pembangunan/ pembentukan karakter pada dasarnya
mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang
menggugah, mendorong dan memudahkan seseorang unuk mengembangkan kebiasaan baik
dalam kehidupan sehari-hari.
Pembiasaan
diri dari sejak dinilah yang akan mampu membangun karakter yang baik, dari
pembiasaan hal-hal sederhana namun membekas di hati dan akan selalu ditatinya.
Contoh nyata adalah, apabila orang Indonesia pergi ke luar negeri seperti
Jepang, atau Singapura maka ia akan tertib berlalu linta, tetapi apabila ia
kembali ke Indonesia, maka kebiasaannya liar ketika berlalu lintas di jalan
raya akan terulang kembali.
Dengan
demikian, Pendidikan karakter tidal cukup hanya sebatas terori atau pengertian
saja, namun harus dibiasakan agar menjadi pelajaran bagi dirinya dan untuk
orang lain.
Ki Hajar
Dewantara mengutamakan empat pilar pendidikan karakter, yaitu olah pikir, olah
rasa, olah hati, dan olah raga (Ana Rosilawati. 2007. Vol 1: 53).
a.
Olah Pikir
Orang tua
sebagai pendidik di rumah harus senantiasa mengolah pikirnya agar menjadi
manusia yang cerdas, kreatif, kritis dan inovatif. Mari kita olah pikiran kita
untuk menjadi manusia yang berpikir, manusia yang cerdas, kreatif, kritis dan
inovatif untuk meningkatkan mutu kecerdasan anak. Jadilah orang tua yang
kreatif dan inovatif dengan mengajak
anak-anak kita agar mengolah pikirnya
agar menjadi siswa yang cerdas, kreatis, kritis dan inovatif.
b.
Olah Rasa
Orang tua harus senantiasa mengolah
rasa/karsanya untuk menjadi manusia yang ramah dan saling menghargai, peduli,
mau bekerja sama, saling menolong dan produktif (berkarya). Olah karsa kita
agar menjadi orang tua yang ramah, saling menghargai, peduli, mau bekerjasama,
mau menolong dan produktif. Kita tanamkan juga olah rasa (karsa) ini kepada
anak-anak kita, agar mereka tumbuh menjadi insan mempunyai rasa yang mulia.
c.
Olah Hati
Orangtua harus senantiasa mengolah
hatinya untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,
penyayang, amanah dan bertanggung jawab. Kita olah hati kita agar menjadi
manusia yang berhati lembut dan penyayang dalam menjalankan tugas mulia sebagai
orang tua. Menjadi orangtua yang berhati mulia itulah yang utama, tidak hanya
mengedepankan pikiran semata. Kita juga harus menanamkan olah hati ini kepada anak-anak
kita agar menjadi siswa yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, penyayang,
amanah dan bertanggungjawab.
d.
Olah Raga
Orangtua harus senantiasa mengolah
raganya agar selalu sehat, disiplin, sportif, bersahabat, berdaya guna dan
kompetitif. Kita olah raga kita agar menjadi sehat, disiplin, sportif, berdaya
guna dan kompetitif. Kita tanamkan olah raga ini kepada anak-anak agar menjadi anak
yang selalu sehat, disiplin, sportif,
bersahabat, berdaya guna dan kompetitif.
Bagaimana anak
ingin dilahirkan menjadi anak yang cerdas, keratif, kritis berfikir, inovatif
sedang orng tuanya bermalas-malasan, enggan mengajarkan anaknya, cuek dan tidak
pedulid engan perkembangan dan
pertumbuhan anaknya. Karena orangtua adalah model bagi anak, sebab itulah
mulailah dari diri sendiri sebagi orangtua untuk memperbaiki dan memuhasabah
diri untuk akan sebagi keturunan kita nanti.
PENDIDIKAN KELUARGA
Mendidik anak
bukanlah hal yang mudah seperti halnya mebolak balikan telapak tangan, namun
perlu berhati-hati karena setiap yang kita ajarkan dan yang dilihat anak-anak
akan dipraktikkannya. Bila mana yang kita ajarkan kepadanya adalah hal yang
baik maka ia kelak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang baik namun apabila
sebaliknya yang diajarkan, maka ia kan tumbuh menjadi orang dewasa yang tak
kenal budi pekerti yang baik.
Di dalam Islam,
telah tertulis cerita Nabi Muhammad dengan tinta hitam yang telah di baca
banyak orang. Yang dikenal sebagi manusia yang sangat santun, berbudi luhur
yang baik, shiddiq, amah, tabligh dan fathana itu adalah empat sifat Rasul yang
harus kita tiru sebagi penerus pejuang dakwah Nabi.
Di dalam al
qur’an juga tertulis, diceritakan oleh penceramah bagaimana Lukman menasehati
anaknya agar menjadi insan yang berbakti kepada orang tuanya dan takut serta
tunduk pada penciptanya.
Mendidik anak,
perlu adanya ilmu yang kita peroleh dari guru/ orang tua yang sudah dewasa dari
pada kita, sehingga ada panutan atau contoh yang baik yang harus kita ikuti.
Allah berfirman dalam qur’an surah Lukman ayat 13:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ
يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kelaliman yang besar".
Ayat
di atas, mengajarkan kita sebagi pendidik di rumah tangga dan tidak menutup
kemungkinan juga kepada pendidik di sekolah bahwa, hal yang pertam kita ajarkan
kepada anak adalah memperkenalkan siapa penciptanya dan menceritakan bagaimana
keagungan sang Khalik di mata manusia.
Kata بني (bunayya) adalah patron yang menggambarkan kemungilan.
Asal Ibny dari kata Ibnu adalah anak lelaki. pemuglan tersebut mengisyaratkan
kasih sayang (M.Quraish Shihab. 2009: 298 volume 10). Pelajarn untuk pendidik
bahwa, mendidik hendaknyan didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta
idiik (anak).
Kemudian
diceritakan kelanjutannya bahwa, dalam mendidik anak adalah berbakti kepada
kedua orangtuanya yang telah membesarkan dan menyanyangi dengan penuh kasih
sayang. “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Hal-hal yang
menyebabkan seseornag anak diperintahkan berbuat baik kepada ibu adalah (Al
Qur’an dan Tafsir Jilid 7. 2012: 550) sebagi berikut (1) Ibu mengandung seornag
anak sampai ia dilahirkan. Selama masa mengandung itu, ibu menahan dengan sabar
dan penderitaan yang cukup berat, mulai pada bulan-bulan pertama, kemudian
kandungan itu semakin lama semakin berat dan ibu semakin lemah, sampai ia
melahirkan. kekuatan baru pulih setelah habis masa nifas[2].
(2) Ibu menyusui anaknya sampai usia dua tahun. banyak penderitaan dan
kesukaran yang dialami ibu dalam masa menyusukan anaknya. Hanya Allah yang
mengetahui segala penderitaan itu.
Dilanjutkan
kembali di ayat yang ke enam belas adalah agar beramal baik kepada manusia,
dari yang besar maupun sekecil apapun, yang tyampak dan tidak tampak, yang
terlihat maupun tidak terlihat baik dilangit maupun di bumi pasti diketahui
Allah.
Ayat ke tujuh
belas, Lukman mewasiatkan kepada naknya hal-hal berikut (Al Qur’an dan Tafsir
Jilid 7. 2012: 554): (1) Selalu emndirikan shalat dengan sebaik-baiknya,
sehingga di ridhai Allah, (2) Mengajak manusia untuk mengerjakan
perbuatan-perbuatan baik yang Allah ridhai dan (3) Sellau sabar dan tabah dalam
menghadapi segala cobaan yang menimpa, akibat dari mengajar masnuia berbuat
baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk
kesenangan dan kemegahan maupun dlaam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.
Wasiat berikutnya
adalah berbudi pekerti yang baik dengan cara jangan sekali-kali bersifat angkuh
dan sombong, membanggakan diri sendiri dan memandang rendah orang lain dna
hendaklah berjalan dengan wajar, tidak dibuat-buat dan kelihatn angkuh atau
sombong dan lemah lembut dalam berbicara sehingga orang yang melihat dna
mendengarnya merasa senang dan tentram hatinya.
PENUTUP
Berbicara
tentang pendidikan, maka perlulah kita mulai dari diri sendiri, dari hal yang
terkecil dan mulai dari sekarang agak tidak terlambat. Karena anak bukanlah
robot yang bisa kita gerakan sesuka hati dan seenak memerintahnya, namun anak
adalah keturunan yang direzkikan kepada kita yang harus kita jaga dan dirawat
dengan baik. Berikan sentuhan dengan lenut serta berikan kasih dna sayang agar
anak tumbuh dengan kehangat dalam pelukan orang tuanya. Sehingga tumbuh menjadi
anak yang shaleh/ shalihah menjadi kebanggaan ornagtua, negara dna bangsa.
Kita berharap
bahwa, ketika anak dewasa bisa mengabdikan diri untuk kemaslahatan umat. Bisa
berfikir kritis, beretika pemikiran yang penuh dengan pertimbangan untuk masa
depan. Dapat bersosialisa dengan masyarakat, baik orang tua, keluarga maupun
lingkungan.
Dengan
membangun kekuatan yang bersinergis anatar sesama, maka diharapkan kita mampu
menyiapkan masa depan bangsa melalui anak titipan Allah yang benar-benar kita
pelihara dan optimalkan untuk mendidik mereka untuk masa depan kita, dan
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sunarta dan Syamsudin Noor. 2012. Himpunan Hadits Shahih
Bukhari. TB. Setia Kawan: Jakarta
Ana Rosilawati. 2012. Pendidikan Untuk Anak bangsa (Mencari
Model Pendidikan yang membuka Masa Depan). Jurnal At-Turats Warisan Khazanah Intelektual.
Jurnal Tarbiah STAIN Pontianak: Pontianak
Kementerian Agama RI. 2012. Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7 Juz
19, 20, 21. PT Sinergi Pustaka Indonesia: Jakarta
Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global Cet.
I. Grasindo: Jakarta
M. Quraish Shihab. 2009. Tafsir Al Mishbah Pesan, Kesan dan
Keserasian Al Qur’an. Lentera Hati: Jakarta
Tanpa Nama Penulis. 2019. Pengaruh Punk
Menghawatirkan. 15 Januari Tribun Pontianak hal 9.
[1] Baligh adalah istilah dalam hukum Islam yang menunjukkan seseorang telah
mencapai kedewasaan
[2] Masa nifas adalah masa yang dihitung sejak seorang ibu melahirkan,
hingga 6 minggu sesudahnya. Pada masa 6 minggu ini, akan terjadi
perubahan-perubahan pada tubuh ibu sehingga organ-ogan yang berperan dalam masa
kehamilan (seperti rahim, serviks, vagina) akan kembali seperti semula saat
sebelum hamil.
Tidak ada komentar